Fbhis.umsida.ac.id – Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) kembali menjadi pusat diskusi kebijakan pendidikan nasional dengan menghadirkan Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen) Republik Indonesia, Prof Dr Fajar Riza Ul Haq MSi.
Kuliah umum terseut mengangkat tema “Penguatan Kebijakan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia”.
Acara ini berlangsung di Auditorium KH Ahmad Dahlan Umsida pada Selasa, (11/02/2025), dan dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan pendidikan se-Jawa Timur.
Dalam kuliah umumnya, Fajar Riza menyoroti berbagai tantangan yang dihadapi dunia pendidikan Indonesia, terutama ketimpangan akses pendidikan di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Ia juga menjelaskan kebijakan terbaru Kementerian Pendidikan yang bertujuan menciptakan sistem pendidikan yang lebih adil dan inklusif.
Lihat juga: Pengabdian Masyarakat Internasional: Umsida Perkenalkan Budaya Sidoarjo
Membedah Ketimpangan Pendidikan dan Upaya Pemerataan
Dalam paparannya, Wamendikdasmen menyoroti masih besarnya kesenjangan dalam dunia pendidikan di Indonesia, terutama di daerah 3T.
Ia menyampaikan bahwa meskipun banyak guru di daerah-daerah tersebut menghadapi keterbatasan fasilitas dan sumber daya, mereka tetap memiliki semangat tinggi untuk mendidik dan memajukan daerahnya.
“Saya masih melihat mata berbinar para guru di sana, yang memiliki harapan besar untuk memajukan pendidikan di daerah mereka dengan segala keterbatasan yang ada,” ujar Fajar.
Ia menambahkan bahwa kebijakan pendidikan saat ini bersifat desentralisasi, yang berarti tanggung jawab pengelolaan pendidikan dasar dan menengah berada di tangan pemerintah daerah.
Namun, kebijakan ini sering kali menimbulkan tantangan dalam hal pemerataan sumber daya pendidikan.
“Anggaran pendidikan selama 20 tahun terakhir terus meningkat, kini mencapai Rp 724 triliun. Namun, anggaran ini tidak hanya dikelola oleh satu kementerian, melainkan tersebar ke berbagai lembaga dan daerah, sehingga diperlukan pengelolaan yang lebih efektif agar tidak terjadi ketimpangan,” jelasnya.
Menurut Fajar, sekitar 50% dari total anggaran pendidikan disalurkan ke daerah, sehingga pemerintah pusat tidak dapat bekerja sendiri dalam menciptakan sistem pendidikan yang merata.
Oleh karena itu, ia mengajak seluruh pemangku kepentingan pendidikan, termasuk sekolah swasta, untuk turut serta dalam upaya pemerataan akses pendidikan.
Baca juga: Rektor Umsida Menguatkan Ideologi, Membangun Pendidikan Muhammadiyah
Kebijakan Baru SPMB: Fleksibilitas dalam Penerimaan Murid
Salah satu kebijakan utama yang dibahas dalam kuliah umum ini adalah perubahan sistem penerimaan murid baru (SPMB), yang menggantikan sistem zonasi dengan konsep domisili.
Perubahan ini bertujuan untuk memberikan fleksibilitas lebih besar bagi siswa dalam memilih sekolah, terutama di jenjang SMA yang menerapkan konsep rayonisasi antar-kabupaten dan provinsi.
“Sistem domisili bukan hanya sekadar perubahan istilah, tetapi juga penyempurnaan dari sistem zonasi yang sebelumnya diterapkan agar lebih adil dan fleksibel,” ujar Fajar.
Dengan sistem ini, siswa dapat memilih sekolah berdasarkan faktor domisili yang lebih luas, bukan hanya jarak fisik dari tempat tinggal ke sekolah.
Namun, kebijakan ini tetap mempertahankan aspek pemerataan akses pendidikan dengan tetap mempertimbangkan wilayah administratif dalam penerimaan siswa.
SPMB sendiri tetap menerapkan empat jalur penerimaan, yaitu jalur domisili, afirmasi, prestasi, dan mutasi.
Fajar menegaskan bahwa dengan sistem ini, kualitas pendidikan di sekolah negeri dan swasta diharapkan dapat lebih seimbang, sehingga masyarakat memiliki lebih banyak pilihan pendidikan berkualitas.
Redistribusi Guru dan Jihad Regulasi dalam Pendidikan
Selain membahas pemerataan akses pendidikan, Wamendikdasmen juga menyinggung pentingnya redistribusi guru sebagai langkah strategis untuk mengatasi ketimpangan tenaga pengajar.
Ia menekankan bahwa kebijakan redistribusi guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) bertujuan untuk mendukung sekolah-sekolah yang selama ini kekurangan tenaga pengajar.
“Sekolah swasta sering merasa kurang diperhatikan dalam distribusi guru. Oleh karena itu, kami sedang menyelesaikan petunjuk teknis agar pemerintah daerah memiliki panduan operasional dalam menerjemahkan regulasi ini,” katanya.
Lebih lanjut, Fajar menekankan bahwa selain distribusi guru, jihad regulasi perlu dilakukan untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih adil dan berpihak pada semua kalangan.
Ia menyebutkan bahwa Permendikdasmen Nomor 1 Tahun 2025 merupakan langkah awal dalam memastikan distribusi guru yang lebih merata, terutama di sekolah swasta yang selama ini mengalami kekurangan tenaga pengajar.
Sebagai penutup, ia mengajak seluruh tenaga pendidik untuk berkomitmen dalam meningkatkan mutu sekolah masing-masing.
Ia juga mengingatkan bahwa regulasi pendidikan harus bersifat inklusif, memastikan bahwa hak siswa dan guru dihormati tanpa diskriminasi.
“Pendidikan yang bermutu harus dinikmati oleh semua kalangan. Arahan dari pemerintah sudah jelas: jika ada regulasi yang dianggap menghambat, maka perlu dikaji ulang. Kami berkomitmen untuk memastikan bahwa pendidikan di Indonesia terus berkembang dan dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat,” tutupnya.
Dengan adanya kuliah umum ini, Umsida berharap dapat terus berkontribusi dalam mendukung kebijakan pendidikan nasional serta menjadi wadah diskusi bagi berbagai pemangku kepentingan pendidikan untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih inklusif dan berkualitas.
Penulis: Indah Nurul Ainiyah