Fbhis.umsida.ac.id – Di era digital saat ini, rasa takut ketinggalan tren atau yang dikenal sebagai Fear of Missing Out (FoMO) menjadi salah satu pemicu perilaku konsumtif yang semakin kuat, khususnya di kalangan mahasiswa.
Fenomena ini semakin terlihat di platform seperti TikTok Shop yang kini tak hanya menjadi media hiburan, tetapi juga medan pertempuran emosional yang memengaruhi keputusan belanja.
Penelitian yang dilakukan oleh Dr Didik Hariyanto, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), menunjukkan bahwa FoMO memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan content marketing dalam mendorong perilaku impulsive buying mahasiswa (nilai signifikansi FoMO 0,000 < 0,05).
Baca juga: Waspadai Jebakan Dividen: Saat Imbal Hasil Tinggi Justru Jadi Bumerang bagi Investor Saham.
FoMO dan Definisi Tentang “Takut Ketinggalan”
Dalam penelitian tersebut, terungkap bahwa mahasiswa mendefinisikan “ketinggalan tren” bukan sekadar soal produk, melainkan juga soal status sosial di dunia maya.

FoMO dalam konteks TikTok tidak hanya mencakup tren fashion atau kosmetik, tetapi juga gaya hidup, gadget, hingga pengalaman kuliner viral.
Mereka khawatir jika tidak segera memiliki produk atau mengikuti tren tertentu, akan dianggap kurang up to date atau tidak relevan dalam lingkaran sosialnya.
Fenomena ini diperkuat oleh sifat platform TikTok yang menonjolkan konten viral, challenge, dan tagar yang booming dalam waktu singkat.
“Banyak mahasiswa yang merasa harus cepat-cepat membeli produk yang sedang naik daun agar bisa ikut membagikan pengalaman atau review di media sosial,” ungkap Didik dalam laporannya.
Inilah yang membuat FoMO menjadi alat pemasaran yang begitu efektif dalam mendorong pembelian impulsif di kalangan anak muda.
Lihat juga: UMKM dan Digitalisasi: Peluang Atau Ancaman?
FoMO dan Pola Konsumsi Jangka Panjang Mahasiswa
Dampak FoMO terhadap mahasiswa ternyata tidak berhenti pada satu atau dua kali pembelian impulsif.
Penelitian ini menunjukkan bahwa FoMO perlahan membentuk pola konsumsi baru yang cenderung boros.

Mahasiswa yang sering terpapar konten TikTok Shop cenderung mengembangkan kebiasaan belanja yang didorong rasa cemas tertinggal, bukan kebutuhan nyata.
Hal ini tentu menjadi sinyal bagi lingkungan pendidikan dan keluarga untuk memperkuat literasi digital dan keuangan di kalangan generasi muda.
Lebih jauh, FoMO dalam jangka panjang dapat memengaruhi pola pikir konsumsi mahasiswa.
Mereka lebih fokus pada memenuhi ekspektasi sosial di dunia maya dibanding pertimbangan rasional atas nilai guna produk.
“FoMO seolah menciptakan dorongan tak sadar untuk selalu menjadi bagian dari arus tren, meski mengorbankan keuangan pribadi,” catat penelitian ini.
Fenomena ini menjelaskan mengapa TikTok Shop begitu efektif menjaring pasar muda.
Lihat juga: Strategi Pemasaran Digital: Peran Celebrity Endorsement dan E-WOM dalam Keputusan Pembelian Konsumen
Peran Tekanan Komunitas Digital dalam Memperkuat FoMO
Salah satu aspek menarik yang diungkap penelitian ini adalah kuatnya pengaruh komunitas digital atau peer pressure dalam memperkuat FoMO.
Mahasiswa kerap kali merasakan tekanan tidak langsung saat melihat teman atau influencer idola memamerkan produk tertentu di TikTok.
Dorongan untuk membeli muncul bukan hanya karena tertarik pada produk itu sendiri, tetapi juga karena ingin diakui sebagai bagian dari tren yang sedang berlangsung.
Peer pressure ini diperkuat oleh fitur TikTok seperti komentar, like, dan share yang seolah menjadi “validasi sosial” atas keputusan membeli.
Menariknya, walau content marketing juga berperan, penelitian Didik Hariyanto menunjukkan bahwa aspek emosional jauh lebih signifikan dalam memicu pembelian impulsif.
Ini artinya, strategi pemasaran yang mengeksploitasi rasa takut tertinggal justru lebih ampuh daripada sekadar promosi produk biasa.
Dengan demikian, temuan ini menjadi pengingat penting FoMO adalah pedang bermata dua.
Di satu sisi, ia membuka peluang besar bagi bisnis untuk mendongkrak penjualan.
Di sisi lain, ia menuntut mahasiswa sebagai konsumen muda untuk lebih cerdas mengendalikan dorongan emosionalnya agar tidak terjebak dalam perilaku konsumtif yang tidak sehat.
Literasi digital dan keuangan menjadi kunci untuk mengimbangi derasnya arus tren di dunia maya.
Sumber: Jurnal “Pengaruh Content Marketing di Tiktok dan FOMO (Fear Of Missing Out)
terhadap Impulsive Buying pada Mahasiswa UMSIDA”
Penulis: Indah Nurul Ainiyah