Fbhis.umsida.ac.id – Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sidoarjo kembali menunjukkan kiprahnya dalam forum kebijakan publik. Kali ini, Himpunan Mahasiswa Program Studi Administrasi Publik (HIMMAPIK) turut hadir dalam forum dengar pendapat (hearing) bersama Komisi C DPRD Kabupaten Sidoarjo pada Kamis (24/04/2025).
Dalam forum yang berlangsung di Gedung DPRD tersebut, HIMMAPIK berkesempatan menyampaikan pandangan dan mencermati langsung isu-isu krusial seperti penanganan banjir, pengelolaan sempadan sungai, dan tata kelola perizinan bangunan.
Keterlibatan mahasiswa dalam forum ini diapresiasi sebagai langkah konkret memperkuat kontrol sosial dan mendorong transparansi dalam pengambilan kebijakan daerah.
“Keterlibatan mahasiswa seperti HIMMAPIK memberikan semangat baru dalam diskusi publik. Kami berharap mereka bisa menjadi generasi pengawas sekaligus penggerak perubahan,” ujar Adam Rusydi SPd, Ketua Komisi C DPRD Sidoarjo.
Sempadan Sungai dan Masalah Izin Bangunan Masih Tumpang Tindih
Salah satu sorotan utama dalam hearing ini adalah persoalan pembangunan di wilayah sempadan sungai.

Berdasarkan regulasi, pendirian bangunan di sepanjang aliran sungai harus memenuhi standar Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan mempertimbangkan hasil survei lapangan oleh Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Sumber Daya Air (DPUBMSDA).
Survei ini menjadi dasar penentuan batas aman pendirian bangunan dengan acuan Peraturan Menteri PUPR, yakni minimal 10 meter untuk sungai tanpa tanggul dan 3 meter untuk sungai bertanggul di kawasan perkotaan.
Namun kenyataannya, banyak bangunan berdiri tanpa memperhatikan batas tersebut, bahkan telah memiliki sertifikat legal.
“Di lapangan, masih banyak ketidaksesuaian antara regulasi dan fakta. Sertifikat yang sudah terbit tanpa pertimbangan sempadan sungai membuat kita sulit menertibkan,” ungkap salah satu perwakilan DPUBMSDA.
Persoalan ini menambah kompleksitas dalam penataan ruang, terutama ketika sertifikat tanah terbit sebelum pengukuran sempadan dilakukan secara ketat.
HIMMAPIK pun menyoroti pentingnya keterbukaan informasi kepada masyarakat agar paham batasan dan kewajiban sebelum mendirikan bangunan.
Sinergi Multisektor Jadi Kunci Penanganan Banjir Berkelanjutan
Selain persoalan tata ruang, banjir menjadi isu yang sangat dominan dibahas dalam forum tersebut.

Wilayah seperti Kali Buntung dan Desa Banjarpanji disebut sebagai titik langganan banjir akibat lemahnya pengawasan, penumpukan sampah, serta tumpang tindih kewenangan antara pemerintah daerah dan balai besar.
“Ini bukan hanya masalah teknis, tapi juga administratif. Kewenangan kami terbatas, sementara dampaknya dirasakan masyarakat setiap musim hujan,” ujar Adam Rusydi.
Komisi C menegaskan bahwa solusi tidak bisa berjalan tanpa kolaborasi yang solid antara semua lini dari tingkat kementerian hingga RT/RW.
Saat ini DPUBMSDA tengah mengintensifkan program normalisasi dan pemetaan saluran air di wilayah rawan genangan. Di sisi lain, peran masyarakat menjadi sangat penting dalam pengendalian banjir.
Masih maraknya kebiasaan membuang sampah ke sungai dan membangun di bantaran tanpa izin memperparah situasi. HIMMAPIK pun mendorong upaya edukasi dan pengawasan partisipatif berbasis komunitas.
“Banjir bukan sepenuhnya tanggung jawab pemerintah. Perilaku masyarakat yang tidak disiplin juga menjadi penyebab utama,” tegasnya.
Himmapik Jadi Agen Pengawasan dan Edukasi Masyarakat
Keterlibatan HIMMAPIK dalam forum ini tak hanya sebagai peserta pasif, tapi sebagai representasi akademisi muda yang aktif memantau dan mengusulkan solusi.
Mahasiswa belajar langsung mengenai mekanisme penyusunan kebijakan publik serta kompleksitas antar lembaga dalam menyelesaikan persoalan tata ruang dan lingkungan.
“Kami merasa mendapat pengalaman yang sangat berharga. Hearing ini memberi wawasan nyata tentang bagaimana kebijakan publik bekerja di lapangan,” ungkap salah satu anggota HIMMAPIK.
Melalui forum ini, HIMMAPIK berharap dapat terus mengambil peran sebagai agen perubahan, turut mendorong pemerintahan yang transparan, serta menjadi jembatan antara aspirasi publik dan pemangku kebijakan.
Langkah mereka menjadi bukti bahwa mahasiswa tak hanya belajar di kelas, tetapi juga hadir langsung di ruang-ruang strategis pembangunan daerah.
Penulis: Alma (Himpunan Mahasiswa Administrasi Publik)
Editor: Indah Nurul Ainiyah