Fbhis.umsida.ac.id – Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, resmi menghadiri KTT BRICS 2025 di Brasil sebagai wujud keikutsertaan Indonesia sebagai anggota penuh.
Peristiwa bersejarah ini tak hanya menjadi langkah strategis dalam diplomasi global, tetapi juga membawa implikasi langsung bagi pendidikan ekonomi, akuntansi, dan manajemen di Indonesia. Bagaimana dunia pendidikan harus merespons?
Diplomasi Global yang Berdampak pada Kurikulum Ekonomi
Bergabungnya Indonesia dalam kelompok ekonomi besar BRICS pada tahun 2025 menandai fase baru dalam strategi politik luar negeri sekaligus memperluas ruang partisipasi Indonesia dalam tata ekonomi global.

Dalam forum yang dihadiri oleh negara-negara seperti Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan ini, Presiden Prabowo mengusulkan agenda konkret seperti South-South Economic Compact dan akses terhadap pembiayaan pembangunan dari New Development Bank (NDB) BRICS.
Langkah ini membawa sinyal penting bagi dunia pendidikan, khususnya di bidang ekonomi dan manajemen.
Kurikulum di perguruan tinggi perlu segera menyesuaikan dengan dinamika geopolitik dan geoekonomi yang berubah.
Materi tentang kerja sama ekonomi Global South, integrasi rantai pasok global, hingga alternatif pembiayaan internasional dari lembaga non-Barat seperti NDB perlu dimasukkan ke dalam mata kuliah ekonomi internasional, perbankan global, maupun manajemen strategis.
Di sisi lain, pemahaman mengenai politik luar negeri bebas aktif yang kini dijalankan secara lebih progresif oleh pemerintah Indonesia juga perlu dikenalkan dalam konteks ekonomi politik internasional.
Hal ini akan memperluas cara pandang mahasiswa agar tidak hanya terfokus pada negara-negara barat sebagai acuan utama, tetapi juga melihat peluang kolaborasi dari selatan dunia yang semakin menguat.
Baca juga: Wijaba Career Talks Dorong Mahasiswa Siap Hadapi Dunia Magang dan Karier Global
BRICS dan Akuntabilitas: Peluang untuk Profesional Akuntansi
Keterlibatan aktif Indonesia dalam BRICS membuka akses pada berbagai proyek pembangunan besar, terutama yang dibiayai oleh New Development Bank.

Hal ini akan menciptakan lonjakan kebutuhan profesional di bidang akuntansi pembangunan, audit internasional, dan tata kelola keuangan lintas negara. Di sinilah pendidikan akuntansi perlu mengambil peran.
Standar akuntansi internasional yang digunakan dalam proyek lintas negara harus dikuasai oleh calon akuntan muda Indonesia.
Perguruan tinggi harus mampu membekali mahasiswanya dengan kompetensi yang mencakup IFRS (International Financial Reporting Standards), prinsip keberlanjutan dalam pelaporan, serta literasi akuntansi hijau yang kini menjadi syarat dalam pembiayaan proyek-proyek energi bersih.
Selain itu, kehadiran Indonesia di BRICS juga mendorong perlunya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana internasional.
Mahasiswa akuntansi tak lagi cukup hanya menguasai hitungan dan pencatatan, tetapi juga harus memahami konteks geopolitik, prinsip tata kelola global, serta peran akuntan dalam menjaga integritas fiskal negara di mata dunia.
Lihat juga: Goodwill: Aset Tak Kasat Mata yang Bernilai Triliunan, Mahasiswa Akuntansi Harus Paham!
Transformasi Manajemen di Era Kolaborasi Global
Partisipasi Indonesia di BRICS mendorong transformasi besar dalam tata kelola institusi, baik pemerintah maupun swasta.
Dalam konteks pendidikan manajemen, ini menjadi momen tepat untuk memperkenalkan paradigma kolaboratif dalam menghadapi pasar global yang semakin multipolar.
Manajemen tak lagi hanya berbicara soal efisiensi internal, tetapi juga kemampuan menjalin aliansi strategis lintas negara.
Keterlibatan Indonesia dalam agenda lingkungan, digitalisasi, dan krisis kesehatan global yang dibahas di KTT BRICS juga menuntut pembaruan dalam ilmu manajemen.
Mata kuliah seperti manajemen proyek internasional, manajemen perubahan, dan kepemimpinan global harus dihadirkan secara lebih kuat.
Pendidikan manajemen perlu mencetak lulusan yang tidak hanya adaptif, tetapi juga visioner dalam membaca arah perubahan global.
Sebagai negara dengan jumlah generasi muda terbesar di Asia Tenggara, Indonesia memiliki potensi menjadi pusat talenta manajemen dunia.
Namun, potensi itu hanya bisa terwujud jika lembaga pendidikan merespons momentum BRICS ini dengan cepat dan tepat.
Keikutsertaan Presiden Prabowo di KTT BRICS 2025 bukan sekadar simbol diplomatik, tetapi panggilan bagi dunia pendidikan ekonomi, akuntansi, dan manajemen untuk memperkuat relevansi keilmuannya.
Dunia telah berubah. Kini saatnya kampus-kampus Indonesia menyambut tantangan global dengan semangat inovasi dan pembaruan.
Langkah strategis ini harus dijadikan momentum oleh institusi pendidikan untuk mengintegrasikan wawasan global ke dalam setiap lini pembelajaran.
Penulis: Indah Nurul Ainiyah