Fbhis.umsida.ac.id – Menyempitnya lowongan kerja di Indonesia membuat masyarakat kebingungan, karena bertahan hidup juga membutuhkan kondisi financial yang berkecukupan.
Dikutip dari metropolitan.kompas, di arena Car Free Day (CFD), Jakarta, sebuah momen tak terduga memperlihatkan realitas sempitnya lowongan pekerjaan di Indonesia.
Seorang warga bernama Nabila (27) secara spontan menanyakan lowongan pekerjaan (loker) kepada Bakal Calon Gubernur (Cagub) DKI, Anies Baswedan, saat mereka makan bubur bersama. Kejadian tersebut berlangsung pada Minggu, (04/08/2024).
“Pak ada loker enggak pak? Siapa tahu bapak ada lowongan kerjabuat saya,” kata Nabila sambil tertawa, namun nada cemas tak dapat disembunyikan dari suaranya. Ia juga meminta doa kepada Anies agar segera mendapatkan pekerjaan. “Doain, ya, pak, dapat kerjaan,” ucapnya lagi. Anies hanya melempar senyum dan mengaminkan permintaan Nabila.
Menyempitnya Lowongan Kerja
Interaksi singkat ini menggambarkan kenyataan pahit yang dihadapi banyak warga Indonesia : sulitnya mencari pekerjaan yang layak. Nabila, seperti banyak pencari kerja lainnya, menghadapi ketidakpastian ekonomi yang kian mempersempit peluang mendapatkan pekerjaan yang sesuai.
Baca juga : Forum Ta’aruf Mahasiswa Fbhis Umsida 2023/2024: Alumni Berprestasi Bagikan Kunci Sukses di Dunia Kerja
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran di Indonesia pada tahun 2024 masih berada pada angka yang mengkhawatirkan. Meski pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menciptakan lapangan kerja baru, tantangan global dan domestik terus menjadi hambatan. Kompetisi yang ketat di pasar kerja, ditambah dengan keterbatasan keterampilan yang dimiliki oleh banyak pencari kerja, semakin memperumit situasi.
Faktor lain yang turut memperparah kondisi ini adalah ketidakseimbangan antara jumlah lulusan perguruan tinggi dan peluang kerja yang tersedia. Setiap tahun, ribuan sarjana baru dihasilkan oleh berbagai universitas di Indonesia, namun tidak semua dari mereka dapat segera terserap oleh pasar kerja.
Kesenjangan antara kebutuhan industri dan kemampuan yang dimiliki oleh para lulusan menjadi salah satu penyebab utama sulitnya mendapatkan pekerjaan.
Kisah Nabila juga mencerminkan realitas di lapangan, di mana banyak orang harus mencari pekerjaan di sektor informal atau mengambil lowongan kerja yang jauh di bawah kualifikasi mereka hanya untuk bertahan hidup.
Fenomena ini menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk perbaikan sistem pendidikan dan pelatihan kerja yang lebih sesuai dengan kebutuhan industri.
Baca juga : Sebelum Kerja, Ini 10 Soft Skill yang Harus Dimiliki Mahasiswa
Selain itu, ada pula isu mengenai distribusi pekerjaan yang tidak merata antara daerah perkotaan dan pedesaan. Banyak pekerjaan terkonsentrasi di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung, sementara daerah-daerah terpencil seringkali tidak memiliki cukup peluang kerja.
Akibatnya, terjadi urbanisasi besar-besaran yang juga menambah beban kota besar dan memperparah masalah pengangguran di daerah asal para migran.
Pemerintah dan sektor swasta perlu bekerja sama untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan. Program pelatihan kerja yang relevan dan berbasis kebutuhan pasar harus diperbanyak. Investasi dalam sektor-sektor yang memiliki potensi pertumbuhan tinggi seperti teknologi informasi, pariwisata, dan manufaktur harus ditingkatkan.
Selain itu, upaya untuk menciptakan ekosistem kewirausahaan yang mendukung juga penting untuk mendorong munculnya usaha-usaha baru yang dapat menyerap tenaga kerja.
Tidak hanya pemerintah, lembaga pendidikan juga memiliki peran krusial dalam mengatasi masalah ini. Kurikulum yang adaptif dan fokus pada pengembangan keterampilan praktis yang dibutuhkan oleh industri harus diimplementasikan.
Kolaborasi antara universitas dan industri dalam bentuk magang, proyek kolaboratif, dan program mentoring dapat membantu lulusan lebih siap menghadapi dunia kerja.
Nabila, dalam perbincangannya dengan Anies Baswedan, juga menyoroti aspek lain dari kehidupan sehari-hari yang seringkali diabaikan: cara makan bubur favorit. Anies mengaku lebih suka makan bubur diaduk, sementara istrinya tidak suka diaduk.
“Saya tim bubur diaduk, biar rasanya kecampur dan biar ada kejutan,” ujar Anies. Meskipun topik ini terdengar sepele, namun interaksi ini menunjukkan bahwa di balik kekhawatiran dan ketidakpastian yang dirasakan oleh banyak orang, masih ada momen-momen sederhana yang dapat memberikan sedikit kebahagiaan.
Kisah ini adalah potret kecil dari realitas besar yang dihadapi oleh jutaan pencari kerja di Indonesia. Sempitnya lowongan pekerjaan adalah masalah kompleks yang memerlukan solusi komprehensif dan berkelanjutan.
Hanya dengan kerjasama antara pemerintah, sektor swasta, dan lembaga pendidikan, kita dapat menciptakan masa depan yang lebih cerah bagi generasi mendatang.
Penulis : Indah N. Ainiyah