Fbhis.umsida.ac.id – Kembali menorehkan prestasi dengan bergabungnya salah satu dosen Program Studi Hukum, Dr Noor Fatimah Mediawati SH MH sebagai narasumber dalam diskusi strategi kebijakan.
Pada diskusi strategi kebijakan ini membahas terkait implementasi Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) Nomor 23 Tahun 2022.
Diskusi yang dilakukan secara daring melalui platform Zoom ini dihadiri oleh lebih dari 1.000 peserta, diselenggarakan oleh Kementerian Hukum dan HAM Jawa Timur, melalui Badan Strategi Kebijakan Hukum dan HAM.
Diskusi ini menjadi wadah penting bagi para pemangku kepentingan di sektor hukum untuk mengevaluasi pelaksanaan Permenkumham yang bertujuan menangani dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia.
Dr Noor Fatimah, yang juga dikenal sebagai akademisi berpengalaman di bidang hukum, menyoroti pentingnya peningkatan saluran pengaduan HAM dalam pelaksanaan kebijakan tersebut.
Baca juga: Seminar Edukasi Publik: Kupas Tuntas Peran Penghubung KY dalam Sistem Peradilan Indonesia
Mengawali Diskusi dengan Pemaparan Tantangan
Acara dimulai dengan pembacaan laporan dari Faisol Ali SH MH selaku Direktur Pelayanan Komunikasi HAM, Ditjen HAM. Dalam laporan tersebut, Faisol menekankan beberapa tantangan yang dihadapi dalam implementasi Permenkumham No. 23 Tahun 2022.
“Masih terdapat kekurangan yang belum dimaksimalkan, terutama dalam bimbingan teknis, sosialisasi HAM, sumber daya manusia, serta anggaran yang terbatas,” ungkap Faisol.
Tantangan tersebut menjadi perhatian dalam diskusi ini, yang juga melibatkan berbagai elemen hukum lainnya seperti Dr Y Amberg Paramarta SH MSi Kepala Badan Strategi Kebijakan Hukum dan HAM, dan Dr Heni Yuwono, BcIP SSos MSi Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Timur.
Noor Fatimah: Perluasan Saluran Pengaduan HAM
Dalam sesi pemaparannya, Dr. Noor Fatimah menekankan bahwa pemerintah perlu membuka lebih banyak saluran pengaduan HAM untuk memudahkan masyarakat melaporkan dugaan pelanggaran.
“Kita perlu memperluas akses pengaduan agar masyarakat bisa lebih mudah melaporkan dugaan pelanggaran HAM. Saat ini, banyak yang merasa kesulitan untuk menyalurkan keluhan mereka,” ujar dosen hukum tersebut.
Ia juga menyoroti pentingnya peran Kantor Wilayah Hukum dan HAM (Kanwil Hukum dan HAM) dalam menerima pengaduan dan mengidentifikasi potensi pelanggaran.
“Kanwil Hukum dan HAM memiliki tugas krusial dalam menerima, menelaah, dan menyelesaikan dugaan pelanggaran HAM. Tugas mereka meliputi pemeriksaan administratif dan substansi dakwaan, serta memberikan rekomendasi berdasarkan hasil penyelidikan,” jelasnya.
Noor juga menyampaikan bahwa salah satu tantangan terbesar dalam pelaksanaan kebijakan ini adalah kurangnya sosialisasi yang masif kepada masyarakat.
“Sosialisasi tentang strategi pelaksanaan Permenkumham No. 23 Tahun 2022 perlu lebih digalakkan agar masyarakat memahami mekanisme pengaduan dan hak-hak mereka. Tanpa sosialisasi yang baik, kebijakan ini sulit diimplementasikan dengan maksimal,” tambah Noor.
Inisiatif Kanwil Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jawa Timur
Dr. Noor juga memberikan apresiasi kepada Kantor Wilayah Hukum dan HAM Jawa Timur atas inisiatif yang telah mereka ambil untuk menjalankan peran mereka dalam menangani dugaan pelanggaran HAM.
Beberapa inisiatif tersebut antara lain sosialisasi sistem Simasham (Sistem Informasi Manajemen Pengaduan Hak Asasi Manusia), pembentukan pusat pengaduan, dan penelaahan lebih lanjut terhadap Permenkumham No. 23 Tahun 2022.
“Upaya yang dilakukan oleh Kanwil Kemenkumham Jatim, seperti pengenalan sistem Simasham, sangat penting dalam meningkatkan transparansi dan efisiensi penanganan dugaan pelanggaran HAM. Masyarakat bisa dengan mudah mengakses informasi dan menyampaikan pengaduan melalui sistem ini,” terang Noor.
Selain itu, beliau juga menekankan pentingnya sinergi antara berbagai elemen hukum, pemerintah, dan masyarakat sipil dalam mewujudkan penanganan dugaan pelanggaran HAM yang lebih baik.
“Kolaborasi antara berbagai pihak akan sangat membantu mempercepat proses penanganan, terutama dalam hal investigasi dan penegakan rekomendasi hasil penyelidikan,” tambahnya.
Harapan ke Depan
Di akhir pemaparannya, Dr Noor Fatimah berharap bahwa diskusi seperti ini dapat menjadi langkah awal dalam memperbaiki sistem penanganan dugaan pelanggaran HAM di Indonesia.
“Kita semua berharap bahwa pelaksanaan kebijakan ini dapat berjalan lebih baik di masa mendatang, dengan mengatasi berbagai tantangan yang ada, terutama dalam hal sosialisasi dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia,” ujar Dr Noor.
Sebagai akademisi, Dr Noor Fatimah juga berharap agar kalangan akademisi dapat terus berperan aktif dalam memberikan masukan kepada pemerintah terkait strategi kebijakan HAM di Indonesia.
“Keterlibatan akademisi sangat penting dalam memberikan perspektif objektif dan berbasis penelitian, sehingga kebijakan yang dibuat lebih relevan dan efektif,” tutupnya.
Dengan berakhirnya diskusi ini, para peserta diharapkan dapat membawa wawasan baru dan solusi konkret untuk memperbaiki sistem penanganan dugaan pelanggaran HAM di tingkat regional maupun nasional.
Informasi selengkapnya kunjungi instagram fbhisumsida
Penulis: Indah Nurul Ainiyah